ADUL, Anjir dalam Urusan Lancar
Pagi-pagi di sungai
Anjir telah terdengar suara gemuruh mesin kelotok atau kapal-kapal yang berusaha
keluar dari kemacetan atau “tagalang” karena dangkalnya kali Anjir yang membuat
puluhan kapal itu pun tertumpuk, bahkan terkadang orang kampung dapat
menyeberang kali lewat kapal-kapal yang “tagalang”.
Adul tersenyum
melihat kapal-kapal yang sedang tagalang itu karena ia berpikir ia akan
mendapatkan uang dari keadaan tersebut. Ia berpikir akan mengajak
teman-temannya mendorong kapal-kapal tersebut untuk keluar dari kemacetan,
namun tiba-tiba ia terkejut dengan tepukan di bahunya, ternyata Saleh yang menepuk
bahunya.
“Apa nang ikam pikir
akan Dul”
“Jah, ikam nih
mangajuti aku ha, aku ni mamikir akan kapal tu na liati tagalang, tiap malam
kada nyaman guring, asa munyak mandangar akan bunyi kalutuk haja”
“Amunnya munyak apa
garang nang ikam handak gawi” Saleh kembali bertanya.
“Aku ni bapikir
sambil kawanai, jakanya kita bawai bubuhan Dayat, Mansur, wan sapa nang hakun
kita bawai gasan manunjul kapal tu supaya kada tagalang lagi di muka handil
kita nih”
“Bujur jua kah ikam
tu, tapi bisa ai bubuhannya hakun, alasannya bisa jadi duit jua kalo”.
“Ajal, manyinggung
ngaranku nih, ADUL, ada duit urusan lancar.”
“Kadanya kaya itu
pang, aku ni kawanai handak mambawai ikam ka jambatan Baritoan hari nih, bawai
pacar ikam. Jadi ikam kawa dulu mangumpul akan modal gasan manaraktir pacar
ikam di Bakso pal 16”
“Ayu ja, kaina bulik
sakolah kita bawai bubuhannya”.
Setelah pulang
sekolah, Adul pun beristirahat sambil rebahan di kursi tepat di bawah pohon
ketapi, pohon ketapi memiliki buah yang mempunyai bentuk seperti buah apel,
namun warna kulitnya berwarna kuning yang terkadang rasanya manis dan juga
terkadang rasanya asem. Dan biji buahnya seperti biji buah manggis.
Adul mengajak
teman-temannya, Saleh, Mansur, Dayat, Amat Cuking, Sarif, Uji dan Jamali.
Mereka pun turun ke kali Anjir yang sangat dangkal untuk membantu pemilik kapal
yang kapalnya “tagalang”. Mereka pun mendorong kapal yang tagalang dan juga
terkadang menariknya untuk keluar dari dangkalnya kali Anjir. tujuh buah kapal
atau kelotok yang mereka bantu, rata-rata setiap pemilik kapal atau kelotok
memberikan upah kepada mereka tiga puluh ribu, dan Adul pun mendapatkan bagian sebanyak tiga puluh ribu karena dia yang mengajak
teman-temannya.
Kemudian mereka
berbincang-bincang tentang pekerjaan mereka, mereka teringat saat mendorong
kapal rombongan pengantin yang ingin mengantar mempelai pria menuju Kapuas yang
terjebak dengan dangkalnya kali Anjir.
Kemudian si Mansur
berkata kepada Adul.
“Pabila ikam Dul
batajak sarubung”
“Kaina ai mahadang
musim katam”
“Kalowai esok, gasan
bajualan cindul”
Terbahak-bahak
semuanya mendengar percakapan mereka berdua.
Selanjutnya teman
yang lainnya bertanya kepada Adul
“Kaina
ay dulu”
Adul menjawab.
Tak
lama kemudian, ada suara pengeras suara dari Mesjid yang mengumumkan bahwa ada
seseorang yang baru meninggal di kampung sebelah, Handil Aman, yang bernama
Ali, dia adalah seorang preman di kampung itu.
Adul mempunyai sebuah pengalaman yang tidak
menyenangkan dengan Ali, ketika itu, Adul meminjam sepeda motor temannya
melewati kampung Handil Aman, dia pun ditegur oleh Ali
“jangan ngebut”
Ali berteriak
Padahal Adul
menjalankan motornya pelan. Maka berhentilah Adul, meminta penjelasan apa
maksud dari Ali menegur dia dengan cara berteriak, tapi malah si Adul di jewer
telinganya oleh Ali, itulah pengalaman Adul dengan Ali ketika Ali dulu hidup.
Namun Adul telah memaafkan Ali, walaupun Ali tidak pernah meminta maaf
kepadanya.
Kemudian Adul
membalas balik bertanya kepada temannya,si Mansur.
“Sur, pabila jua ikam
handak nang kaya pengumuman tu”
Terdiam mansur.
yang lainnya tertawa
terbahak-bahak mendengar pertanyaan Adul kepada Mansur.
“Kana
am ikam Surai”
Teman
yang lain berbicara
Pukul 16.00, Adul
mengajak pacarnya yang bernama Prita dan bersama saleh dengan pasangannya ke
jembatan Barito, jembatan yang biasanya menjadi tempat unggulan bagi warga
Banjarmasin, termasuk warga Handil Gembira, Anjir. Dengan mengendarai sepeda
motor SF, alias supra fit, adul pun ke jembatan Barito dengan bermodal uang 30
ribu, dipotong uang bensin 5500 harga eceran, karena di SPBU sedang kehabisan
stok BBM.
Maka tersisalah uang Adul
24,500. Sampailah di jembatan Barito, banyak juga orang yang berhenti di
jembatan Barito sekaligus nongkrong bersama orang terkasih, dan banyak juga
pedagang kaki lima yang berhenti di atas jembatan barito yang semakin membuat
jalan di jembatan barito terasa sempit untuk dilewati. dari arah banjarmasin,
disebelah kanan terdapat perusahaan pasir, saat menjelang magrib, pemandangan
di jembatan ini sangatlah menawan, dengan melihat tenggelamnya matahari.
Adul bersama pacarnya
Prita pun ke tempat wisata barito yang sangat tidak terurus lagi, tak ada lagi
bangunan seperti di tempat wisata lainnya di Banjarmasin, mereka pun masuk ke tempat
wisata tersebut dengan membayar 5000 rupiah kepada penjaga pintu gerbang,
gerbang yang hanya terbuat dari bambu yang di buat yang dijaga seorang ibu-ibu
yang rambutnya seperti rambut jagung yang akan dibakar. Adul pun membayarnya,
maka tersisalah uang adul 19.500.
Di tempat wisata
tersebut ternyata banyak muda mudi yang asyik bercinta di balik rimbunnya
rumput dan alang-alang yang ada disana karena tempat yang memang sangat tidak
di perhatikan oleh pemerintah wilayah tersebut. Mungkin suatu saat tempat itu
akan menjadi lebih baik. Ada yang asyik bercanda, ada yang menangis, entah
karena sedih ditinggal pacarnya atau kurang perhatian dari pacarnya atau bahkan
putus dari pacarnya. Ada juga sekelompok orang sedang atraksi freestyle
menggunakan motor.
Disana Adul bertemu
dengan temannya yang bernama Kambing, itu nama gelarnya, nama aslinya adalah
ahmad lamudin. bersama seorang wanita yang adul ketahui bukan pacarnya Kambing,
karena pacar Kambing adalah si Tina yang cukup cantik dan kaya, sedangkan yang
dibawa Kambing ke tempat wisata itu adalah orang yang belum dikenal Adul. Namun
Adul tidak menghiraukan si Kambing, bahkan tidak menyapa si Kambing, takut
mengganggu dalam hatinya.
Pukul 17.30, Adul dan
kekasihnya pun pulang ,karena hari telah mendekati maghrib, sedangkan waktu
yang harus ditempuh untuk kembali ketempat asal membutuhkan waktu 40 menit
dikarenakan jalan dari jembatan Barito menuju Handil Gembira Anjir K.m 14. seandainya
jalannya mulus, tanpa lubang-lubang, paling-paling waktu yang ditempuh hanya 20
menit.
Ketika melewati
warung bakso Anjir K.m 16, Adul baru ingat mau mengajak Prita makan bakso,
namun ia sambil berpikir karena uang yang di saku celananya hanya tertinggal
19.500, sedangkan harga seporsi bakso adalah 12.rb/porsi. Adul pun sambil
mengendarai motor SF alias supra fitnya juga sambil memikirkan makan bakso. Akhirnya
ia membeli satu porsi bakso yang dibungkus untuk dimakan di rumah Prita, untuk
lebih romantis semangkok berdua, padahal karena uang pas-pasan, Adul pun
melanjutkan perjalan pulangnya.
Dalam perjalan menuju
pulang
Tiba-tiba…….
Adul salah pilih
jalan, jalan yang rusak, ban motornya masuk lobang yang cukup dalam….
Akhirnya…..
Gubrak…
Adul pun berteriak
“Baksoku……”
Teman-teman Adul pun
tertawa dengan puasnya setelah mendengar teriakan Adul yang terkejut bangun
dari tidurnya setelah sebuah buah Ketapi yang dilemparkan teman-temannya jatuh
tepat di samping kepalanya.
Teman-temannya pun
berkata,
“Jangan talalu rancak
goring kawanai, jaka bagawi mun handak nukar bakso….ha….ha…..ha….”.
Anjir, Juli 2011
Komentar
Posting Komentar